Thursday 1 July 2010

Mutiara Hitam 4d

Untuk menguji Iwee-kang Yu Siang Ki, Suling Emas menempelkan kedua tangannya di pundak pemuda itu sambil membentak. “Tak usah berlutut!” Pende­kar sakti ini mengerahkan sinkang yang disalurkan di kedua tengannya.

Yu Siang Ki terkejut ketika merasa betapa pundaknya seakan-akan ditindih dua buah gunung, kemudian tenaga raksa­sa membetotnya ke atas. Ia mengerling ke atas dan melihat wajah yang terse­nyum-senyum itu maklumlah ia bahwa Suling Emas sedang mengujinya. Maka ia pun cepat-cepat mengerahkan tenaga sehingga biarpun tubuhnya terbetot dan tertarik ke atas, namun ia masih dalam keadaan berlutut!

“Bagus! Engkau patut menjadi putera Saudara Yu Kang Tianglo!” kata Suling Emas sambil melepaskan kedua tangan­nya. Pemuda itu melompat dan berdiri di depan Suling Emas dengan muka agak pucat dan bibir menyeringai menahan takut. Suling Emas terkejut sekali, tangan kirinya bergerak cepat dan.... “brettt!” baju Siang Ki sudah robek memperlihat­kan pundak kirinya. Ternyata benar se­perti dugaannya, di situ terdapat tanda menghitam seperti tapak jari tangan!

“Hemm, kau terkena hawa pukulan jarak jauh yang amat berbahaya. Berpu­tarlah kau dan jangan melawan!”

Yu Siang Ki tadinya terkejut dan heran ketika ia mengerahkan Iwee-kang untuk menahan ujian, ia merasa betapa dada kirinya sakit seperti ditusuk-tusukjarum. Ia makin terkejut ketika tiba­-tiba Suling Emas merobek bajunya, akan tetapi kini ia merasa bersyukur. Sebagai seorang ahli silat tinggi, tentu saja ia sudah dapat menduga bahwa kakek putih yang sakti tadi ternyata telah melukainya dengan pukulan jarak jauh yang membuat ia terdorong dan terhuyung ke belakang tadi. Maka tanpa banyak pikir lagi ia lalu memutar tubuh membelakangi Suling Emas, melepaskan seluruh urat dan tena­ganya sedikit pun tidak melakukan perla­wanan. Pada saat itu ia merasa betapa pundak kiri dan punggungnya ditotok kemudian telapak tangan yang amat pa­nas seperti membara menempel di punggungnya.

“Sekarang bernapaslah panjang-panjang dan rasakan apakah masih sakit.”

Yu Siang Ki menarik napas panjang, hatinya girang sekali karena dada kirinya sudah tidak sakit lagi. Ia mengge­leng kepala dan berkata. “Sudah tidak terasa apa-apa lagi, Paman.”

Suling Emas melepaskan tangannya dan menghela napas. “Sungguh berbahaya Pak-kek Sian-ong, tangannya masih keji! Akan tetapi bahayanya sudah lewat, ha­nya perlu memulihkan tenaganya. “He, Nona, ke sinilah engkau!” Tiba-tiba Suling Emas memanggil dan menggapai ke arah Kwi Lan.

Ketika Kwi Lan tadi melihat betapa Yu Siang Ki disembuhkan dari lukanya oleh Suling Emas dengan tenaga sin-kang, ia tercengang. Kemudian ia tersenyum girang. Kiranya kakek muka putih tadi lihai sekali sehingga dorongannya dari jarak jauh telah melukai Yu Siang Ki. Akan tetapi ia tidak terluka! Dan hal ini berarti bahwa dia lebih kuat daripada pemuda itu, lebih lihai! Ketika Suling Emas memanggilnya, sambil tersenyum ia menghampiri dan menyimpan pedangnya. Memang ia pun ingin sekali bicara de­ngan Suling Emas yang ia kagumi. Ingin bicara tentang Sang Ratu Khitan, ibu kandungnya!

Begitu Kwi Lan melangkah maju de­ngan mata bersinar, wajah berseri dan bibir tersenyum, Suling Emas memandang seperti orang terpesona. Dadanya berdenyut keras dan seketika teringatlah ia kepada Lin Lin atau Yalina, kekasihnya. Gadis ini sama benar dengan kekasihnya itu! Seperti itu pula Lin Lin dahulu mengangkat muka dengan leher panjang lurus, dada dibusungkan, pandang mata penuh ketabahan dan semangat. Seperti itu pula lenggang Lin Lin yang halus gemulai namun membayangkan kegagah­an. Dan senyum itu! Senyum nakal dan aneh, pembawaan dari suku bangsanya yang asing, suku bangsa Khitan!

Gadis itu sudah berdiri dekat di de­pannya, namun Suling Emas masih me­mandang, merasa seperti dalam mimpi. Ia melihat Lin Lin muda kembali, menja­di gadis remaja!

Melihat keadaan Suling Emas ini, Kwi Lan memperlebar senyumnya, merasa lucu dan aneh. Dilihat sikapnya, pende­kar sakti yang berjuluk Suling Emas ini tiada ubahnya dengan laki-lakl biasa, yang selalu memandangnya dengan sikap tertarik seperti itu. Akan tetapi sinar matanya lain daripada laki-laki yang lain. Sinar mata yang terpancar keluar dari sepasang mata yang sayu sedih itu, tidak mengandung nafsu seperti pada laki-laki lain, melainkan penuh pertanyaan dan keheranan bukan kekaguman dan bukan pula gairah.

“Jadi engkau inikah orangnya yang berjuluk Suling Emas? Sudah banyak ku­dengar tentang dirimu dari Yu Siang Ki. Memang aku ingin sekali jumpa dengan­mu, banyak hal yang hendak kutanyakan. Suling Emas, di manakah kita dapat bicara dengan enak dan leluasa? Kuharap engkau tidak akan merasa keberatan....!”

“Engkau anak siapa? Siapa Ibumu?” Pertanyaan ini keluar dari mulut Suling Emas secara otomatis seperti di luar ke­sadarannya dan terdengar keras seperti bentakan sehingga semua orang yang mendengar mengira bahwa pendekar itu menjadi marah-marah.

Kwi Lan tersentak kaget, keningnya berkerut, matanya memandang tajam. Apa maksud pendekar ini? Mengapa be­gitu jumpa, terus saja bertanya siapa ibunya? Kwi Lan adalah seorang gadis yang amat cerdik. Pertanyaan yang membingungkan semua orang ini sudah dapat diduga maksudnya dalam sekejap mata oleh Kwi Lan. Ia sudah mendengar bahwa orang ini, Suling Emas adalah kakak angkat Ratu Yalina, dan mungkin sekali, kalau tidak hisapan jempol belaka percakapan antara kaum sesat, di antara kakak dan adik angkat ini terjalin kasih sayang. Kalau betul demikian, agaknya kini Suling Emas terkejut melihat dia dan tentu saja hanya satu hal yang me­nyebabkannya, yaitu bahwa dia tentu mirip dengan ibunya di waktu masih muda! Ia tidak meragukan keterangan bibi dan gurunya, bahwa Ibu kandungnya adalah Ratu Yalina.

“Kau tanya namaku? Seperti engkau, namaku hanya nama julukan. Mutiara Hitam! Tentang Ibuku.... aku sendiri ti­dak tahu....”

Mendengar jawaban ini, Suling Emas baru sadar betapa tidak pantasnya per­tanyaannya tadi. Wajahnya menjadi me­rah sekali dan ia cepat berkata. “Nona, kaubukalah baju bagian dadamu!”

Kini wajah Kwi Lan yang menjadi merah sekali, merah karena marah. Sepa­sang matanya memancarkan kemarahan, sinarnya menyambar wajah Suling Emas dan tangan kanannya bertolak pinggang, telunjuk kiri menuding ke arah hidung Suling Emas sambil mulutnya membentak.

“Apakah kaukira setelah kau bernama Suling Emas dan terkenal sebagai pen­dekar besar yang sakti, boleh saja eng­kau menghina seorang seperti aku? Cih, manusia kurang ajar tak tahu malu!” Setelah berkata demikian, ia membanting kakinya dengan gemas kemudian sekali bergerak, tubuhnya sudah melayang turun dari atas panggung.

“Kwi Lan....! Kwi Lan, kembalilah! Engkau hendak ke mana....?” Yu Siang Ki berseru memanggil.

Kwi Lan tidak menoleh, hanya men­jawab dengan suara menyatakan kekesal­an hatinya. “Aku pergi, uruslah dunia pengemismu, sampai jumpa!”

“Kwi Lan....!” Yu Siang masih berusa­ha menahan.

“Percuma, gadis seperti dia itu tak mungkin mau dicegah kehendaknya....!” Suling Emas berkata lirih dan berkali-kali pendekar ini menarik napas panjang dan berkata. “ aneh.... benar aneh....,” Di dalam hatinya ia benar-benar makin heran menyaksikan sikap gadis pemarah itu yang sama dengan watak Lin Lin. Kemudian ia bertanya kepada Yu Siang Ki, “Kwi Lan namanya? Mutiara Hitam? Dari manakah datangnya? Ilmunya he­bat....“

“Entahlah, Paman. Saya bertemu di tengah jalan, dia sebatangkara namanya Kwi Lan dan shenya Kam....”

“Heh....?” Suling Emas benar-benar terkejut, memandang wajah tampan itu dengan mata penuh selidik.

“Benar, Paman. Ketika pertama kali mendengar saya pun terkejut dan melihat kelihaiannya, saya mengira dia mempu­nyai hubungan keluarga dengan Paman. Akan tetapi ternyata bukan dia.... dia bahkan tidak tahu siapa orang tuanya. Kiranya, semenjak bayi dia dirawat gurunya yang ia sebut-sebut Bibi Sian.”

Suling Emas berdiri tegak seperti arca. Penuturan singkat tentang gadis itu membuat pikirannya melayang-layang dan mengenangkan masa lalu. Bibi Sian? Kalau gadis yang sama benar wajah dan watak­nya dengan Lin Lin itu puteri Lin Lin, memang dia mempunyai seorang “Bibi Sian”, yaitu Kam Sian Eng! Dan ilmu ke­pandaian Sian Eng memang hebat luar biasa,” karena Sian Eng telah mewarisi pusaka ibu kandungnya, Tok-siauw-kwi Liu Lu Sian (baca cerita CINTA BERNODA DARAH)! Benarkah sangkaannya ini? Akan tetapi, ahh.... mana mungkin Lin Lin mempunyai puteri? Ia hanya mendengar bahwa sampai kini, Lin Lin yang kini menjadi Ratu Yalina di Khitan, tidak pernah menikah dan hanya mempunyai seorang putera angkat, yaitu anak pang­limanya sendiri yang setia, Kayabu.

Pada saat itu, Gak-lokai dan Ciam-lokai sudah meloncat ke atas panggung. Tadi ketika semua orang mendengar bah­wa orang yang mereka sangka Yu Kang Tianglo itu ternyata palsu dan Suling Emas adanya, mereka menjadi gaduh dan ramailah mereka mengeluarkan pendapat masing-masing. Gak-lokai dan Ciam-lokai segera merundingkan hal itu dengan anak buahnya. Mereka kini sudah mendengar bahwa Yu Kang Tianglo telah meninggal dunia dan karena mereka tahu bahwa Suling Emas dahulu sahabat baik Yu Kang Tianglo, maka mereka tidak akan menuntut, bahkan berterima kasih. Apa­lagi di situ ada terdapat pemuda lihai yang mengaku putera Yu Kang Tianglo, hal ini harus dibuktikan lebih dahulu kebenarannya. Setelah mendapat persetuju­an rekan-rekan mereka, dua orang kakek pengemis itu lalu melompat ke atas panggung. Langsung mereka berdua menghadapi Suling Emas dan memberi hormat.

“Kiranya Taihiap (Pendekar Besar) yang semenjak dahulu telah menjadi sa­habat baik para kai-pang. Harap Taihiap sudi memaafkan kesalahan kami yang menyangka Taihiap Yu Kang Tianglo.” kata Gak-lokai.

Suling Emas balas menjura dah me­narik napas panjang. “Sama-sama salah, Lokai. Aku pun bersalah, telah berani mengaku sebagai Yu Kang Tianglo. Syu­kurlah kalian semua percaya bahwa per­buatanku ini sama sekali bukan untuk merampas kedudukan, melainkan untuk mewakili sahabatku itu membersihkan Khong-sim Kai-pang. Sekarang rahasiaku telah terbuka, dan kebetulan sekali mun­cul putera Yu Kang Tianglo ini yang bernama Yu Siang Ki. Melihat kepandai­annya, kiranya tidak ada orang lain yang tepat untuk memimpin Khong-sim Kai-pang dan bersama kai-pang-kai-pang lain bersatu menghadapi ancaman kaum se­sat.”

“Ucapan Taihiap tepat sekali dan kami bergembira bertemu dengan putera Yu Kang Kai-pangcu, sungguhpun merasa sedih mendengar berita kematiannya.

Akan tetapi, Taihiap, siapakah berani tanggung bahwa orang muda ini benar-benar putera Yu Kang Tianglo yang su­dah puluhan tahun tiada berita?” kata Ciam-lokai.

“Pendapat rekan Ciam-lokai benar. Kalau yang memalsukan nama Yu Kang Tianglo itu Taihiap, hal ini masih tidak ada buruknya, bahkan lebih baik mengingat bahwa Taihiap seorang pendekar sakti yang selalu membela kaum lemah. Akan tetapi kalau sampai dipalsukan orang lain yang kemudian menyelewengkan kai-pang seperti hannya lima pangcu yang telah tewas di tangan Taihiap, bukankah hal ini akan menimbulkan malapetaka? Ka­rena itu, kami minta bukti dari orang muda ini bahwa dia betul-betul putera Yu Kang Tianglo!”

“Bagus....! Benar sekali....!” Ter­dengar para pengemis berteriak-teriak.

Suling Emas hanya memandang kepada Yu Siang Ki. Di dalam hatinya ia perca­ya kepada pemuda ini yang dapat ia nilai kejujuran dan kesetiaannya dari sikap dan sepak terjangnya tadi. Akan tetapi ia pun tidak berani memastikan apakah pemuda ini benar-benar putera Yu Kang Tianglo, karena ketika bertemu dengan tokoh pengemis itu, dahulu Yu Kang Tianglo tidak menyebut-nyebut tentang keadaan keluarganya. Oleh karena inilah, ia diam saja dan menyerahkan kepada Yu Siang Ki sendiri untuk membuktikan ke­benaran pengakuan sebagai putera Yu Kang Tianglo.

Pemuda itu dengan sikap tenang, tanpa ragu-ragu menghadapi Cak-lokai dan Ciam-lokai sambil berkata.

“Kalau saya tidak salah duga, Ji-wi (Anda Berdua) tentulah Gak-lokai dan Ciam-lokai. Ayah pernah menyebut nama Ji-wi kepada saya. Apa yang Ji-wi kemu­kakan tadi memang benar. Saya harus dapat membuktikan bahwa saya Yu Siang Ki, benar-benar adalah putera tunggal Yu Kang Tianglo. Saya mempunyai tiga ma­cam bukti, harap Ji wi dan semua Sau­dara anggauta Khong-sim Kai-pang, mendengar dan menyaksikannya!”

Yu Siang Ki berhenti sejenak, ke­mudian ia berkata lagi dengan suara lan­tang sambil menggerakkan kedua tangan­nya, yang kiri menekan di dada kiri arah tempat jantung dan tangan kanan diang­kat ke atas membentuk lingkaran dengan ibu jari dan jari tengah. “Beginilah tanda rahasia perkumpulan kita Khong-sim Kai-pang! Kakekku, Yu Jin Tianglo, yang menciptakan tanda rahasia ini. Bukan hanya sekedar tanda, melainkan memiliki tiga kegunaan, yaitu pertama sebagai tanda pengenal sesama anggauta. Kedua mempunyai arti yaitu Kosong dan Hati, sesuai dengan nama perkumpulan kita, Khong-sim Kai-pang (Perkumpulan Penge­mis Hati Kosong). Kosong adalah kosong lahir batin. Lahirnya kosong dan miskin tidak memiliki apa-apa, dalamnya juga kosong dan polos tidak mempunyai watak dan pikiran kotor. Adapun hati dimaksud­kan bahwa setiap anggauta harus memiliki hati yang bersih dan penuh kesetiaan terhadap perkumpulan. Kemudian arti ke tiga dan hal ini hanya dikenal oleh para pimpinan Khong-sim Kai-pang, yaitu ge­rakan ini adalah jurus pembukaan dari­pada ilmu silat yang harus dimiliki oleh para pimpinan Khong-sim Kai-pang. Nama Ilmu silatnya pun Khong-sim-kun (Ilmu Silat Hati Kosong)!”

Mendengar ini, berisiklah semua pe­ngemis dan semua terheran-heran. Yang sudah tahu jelas akan arti tanda rahasia mereka itu, mengangguk-angguk membe­narkan, yang belum tahu kini menjadi tahu dan tercengang, tidak mengira bah­wa tanda rahasia itu mempunyai arti yang begitu luas.

“Sekarang bukti ke dua bahwa saya adalah putera tunggal Yu Kang Tianglo. Mungkin di antara saudara anggauta Khong-sim Kai-pang tidak ada yang me­ngetahui siapa nama Gak-lokai dan Ciam-lokai! Adakah di antara saudara yang mengetahui nama mereka berdua?”

Yu Siang Ki menanti sampai bebera­pa lama. Para pengemis itu kembali berisik sekali sehingga keadaan di situ menjadi seperti pasar. Namun tidak ada yang tahu akan nama dua orang tokoh yang selalu hanya dikenal sebagai Gak­-lokai dan Ciam-lokai saja. Kemudian terdengar suara mereka. “Tidak ada yang tahu....!”

Yu Siang Ki menjura kepada Gak­-lokai dan Ciam-lokai. “Maafkan saya, Ji ­wi Lokai, untuk menjadi bukti, terpaksa saya memperkenalkan nama Ji wi.” Ke­mudian pemuda ini menghadapi para pengemis dan berkata lantang. “Men­diang Ayah pernah mengatakan bahwa di antara para tokoh Khong-sim Kai-pang, yang boleh saya percaya adalah dua orang yaitu Paman Gak Lun dan Paman Ciam Hie inilah!”

Dua orang lokai itu saling pandang dengan muka pucat. Sudah puluhan tahun mereka tidak pernah memperkenalkan nama, bahkan tidak pernah ada yang menyebut nama mereka. Memang hanya Yu Kang Tianglo yang mereka beritahu ten­tang nama mereka.

Kembali para pengemis menjadi beri­sik, bahkan ada yang bersorak karena kedua orang lokai itu sama sekali tidak membantah. Hal ini hanya berarti bahwa bukti ke dua ini pun cocok.

“Sekarang bukti ke tiga. Seperti ku­katakan tadi, setiap pimpinan Khong-sim Kai-pang tentu diberi pelajaran Ilmu Silat Khong-sim-kun. Ayah pernah bercerita bahwa pada masa ini, di antara semua anggauta Khong-sim Kai-pang, ha­nya Gak-lokai dan Ciam-lokai berdua sajalah yang faham akan ilmu silat itu, karena dahulu ketika Ayah datang ke sini untuk memimpin saudara-saudara meng­hadapi Pouw Kai-ong, sebelum Ayah per­gi lagi Ayah telah menurunkan Ilmu itu kepada dua orang tua ini. Benarkah ti­dak, Ji-wi Lokai?”

Gak-lokai dan Ciam-lokai berseri-seri wajahnya dan mengangguk-angguk. Kini mereka tidak ragu-ragu lagi bahwa pemuda yang tahu semua kejadian rahasia ini tentulah benar putera Yu Kang Tianglo. Akan tetapi mereka masih belum puas. Kalau ketua mereka selihai Suling Emas, hati mereka akan menjadi lega. Akan tetapi Yu Siang Ki masih amat muda. Biarpun tadi kelihatan kelihaiannya, bahkan dipuji oleh Suling Emas, namun cukup kuatkah pemuda ini menjadi ketua kai-pang yang kini menghadapi banyak musuh tangguh?

No comments:

Post a Comment